Botol Limun Rumi Dan Beha Merah Yulia: Aach... Aku Jatuh Cinta

02:30 Semut Nakal 14 1 Comments

Ditulis oleh Sekar Manik Pranita
(Rumi dan Yulia)

“Bertemu kamu seperti bertemu bom yang sumbunya menyala. Tetapi kuputuskan ku simpan bom itu di dalam saku-ku. Berdetak bersama jantungku. Maka jika meledak. Bom itu akan meledak bersama cintaku yang menjadi pijaran kembang api dilangit yang melukiskan kisah cinta.” – Yulia.

Aach.. Aku Jatuh Cinta, merupakan rangkaian karya yang menandai hadirnya Garin Nugroho selama tiga dekade. Setelah berkutat dengan isu-isu sosial politik, Garin mempunyai tawaran yang lain dalam karya barunya. Dari judulnya saja kita pasti akan tau, Garin akan menyajikan drama percintaan. Lagi-lagi, ini seorang Garin Nugroho yang karya-karyanya sulit dicerna, apalagi selepas hiatus dari drama percintaan, karyanya 26 tahun lalu Cinta dalam Sepotong Roti (1990).

Puisi Hidup
Adegan pertama film ini dibuka oleh Yulia, membacakan ‘puisi hidupnya’ di masa lampau. Dituliskannya bahwa ia sekarang ada di tahun 1990. Adegan flashback pun dimulai. Perpindahan waktu dibuat selembut mungkin, dua puluh tahun yang lalu dibuat seakan masih sangat melekat diingatan Yulia. Tahun 70-an, dimana Yulia dan Rumi adalah teman sekaligus tetangga. Sejak kecil Rumi memang sudah tertarik dengan Yulia. Rumi adalah anak seorang pengusaha limun botolan dengan perangai nakal dan sering menggoda Yulia. Alasan inilah yang membuat ibu Yulia melarang Yulia bergaul dengan Rumi. Sedangkan Yulia, blasteran, anak seorang ahli reparasi radio –kala itu radio merupakan barang mewah– dengan banyak pelanggan.

Narasi Yulia membacakan ‘puisi hidupnya’ cukup membantu memberikan transisi dari era 70-an ke 80-an. Konflik dalam keluarga masing-masing menjadi sorotan. Ditunjukkan melalui pergeseran radio ke televisi, seolah menjadi hal penting dalam perjalanannya, iklan dalam televisi menjadi awal mula kemarahan ayah Rumi. Pabrik limun botolannya terancam bangkrut akibat masuknya produk konsumsi di Indonesia. Begitu juga dengan keluarga Yulia, usaha reparasi radio milik ayahnya sepi. Ayah Yulia selingkuh dengan salah satu pelanggannya. Memutuskan untuk keluar dari rumah karena menurutnya zaman sudah berubah, it’s over, dalam dialognya. Hanya Garin yang bisa membuat perpisahan suami-isteri se-enteng ini.

Waktu terus berjalan, kisah Rumi dan Yulia semakin kacau setelah keluarganya berantakan. Berangkat dari hilangnya kasih sayang yang utuh dari orangtuanya, mereka sama-sama mencari namun tak kunjung beretemu. Akibatnya, timbul rasa enggan saling percaya. Hanya saling mengirim kata puitis melalui botol limun pabrikan ayah Rumi tanpa sanggup menyatakan.

Puisi cinta paling kacau ketika Rumi dan Yulia sparing judo di bangku SMA. Seperti biasa, Rumi selalu merayu dan Yulia merajuk. Rumi mengalahkan Yulia dengan membantingnya kebawah. Entah bagaimana caranya, beha merah cabai Yulia sudah ada ditangan Rumi. Beha ini juga menjadi barang yang mengacaukan kisah mereka berdua di masa depan.
 (Rumi saat kericuhan 1998 dengan membawa botol limun)

Memodernkan Retro
Hubungan mereka unik, puitis, penuh tragedi dan komedi. Seolah turut mengiringi kisah asmara keduanya, Garin menempatkan budaya populer kala itu sebagai sentral. Perubahan zaman dituturkan melalui gaya rambut, pakaian, musik dan social culture. Semua itu digarap dengan maksimal dan masuk kedalam frame sinematografi yang indah. Walaupun berkisah di masa lampau Garin seolah tidak ingin dianggap membuat karya yang lebay dan norak. Dengan visual yang di dukung berbagai elemen, film ini ingin membangun penonton mengikuti perjalanan lintas waktu Rumi dan Yuli.

Perubahan gaya berpakaian dan penanda umur dihadirkan melalui celana cut bray, potongan rambut kribo atau rambut gondrong ala-ala anak band dan warna-warni baju ngejreng khas 70-80an. Musik retro dengan sentuhan sineamtografi yang apik sukses menjadi latar belakang. Didukung dengan setting, mulai dari rumah, sekolah hingga stasiun, semuanya mendukung kisah Rumi dan Yuli. Dengan simbol-simbol yang menjadi ciri khas Garin, bahasa memiliki sifat dinamis yang akan selalu berubah di sesuai dengan apa yang disepakati pada era itu. Terasa sekali melalui dialog-dialog yang dilantunkan Rumi dan Yulia.

Walaupun dirasa jadul dan lawas, lini masa film ini masih memiliki sentuhan masa kini, era milenium. Bahasa yang digunakan terkadang masih lepas kendali. Gaya bertutur Garin yang sangat kental dengan teaterikalnya dengan bahasa Indonesia yang baku dan sangat puitis acap kali luput dan tercampur bahasa sehari-hari. Karena bahasa yang digunakan memang hiperbol, kisah Rumi dan Yuli berhasil menyampaikannya sebagai drama percintaan. Hanya sebatas itu. Penonton memang benar-benar dibawa menikmati drama, bukan kisah nyata.


(Rumi saat sparing Judo dengan Yulia)

Ingatan yang Terdistorsi
Sejak montase pembukaan ialah Yulia yang menuliskan ‘puisi hidupnya’ dalam sebuah buku. Seolah bernostalgia dengan dirinya dan Rumi, tampak adegan-adegan yang seolah tidak runut dan tidak tuntas. Hal ini boleh saja dianggap sebagai bagian dari sifat ingatan Yulia sebagai manusia yang kerap terdistorsi. Mungkin begitulah ingatan Garin tentang masa mudanya ditumpahkan dalam film dengan sajak-sajak yang penuh romansa dan tragedi.


Botol-botol limun milik keluarga Rumi terus muncul seolah menjadi tali yang mengikat hubungannya dengan Yulia. Hingga beha merah cabai Yulia yang akhirnya menjadi penyambung takdir mereka berdua. Jenaka! Puisi visual Rumi dan Yuli adalah penanda bagaimana budaya dan kekuatan cinta yang bertahan dalam era yang semakin berubah. Seiring melewati waktu yang tak pernah berhenti, Aach.. Aku Jatuh Cinta merupakan kekacauan puisi terindah. 

Tentang Penulis

Sekar Manik Pranita 14148159

1 komentar: