Komodifikasi dalam Program My Trip My Adventure sebagai Pemompa Rupiah
Ditulis oleh: Helvana Dewi Yulian
Siapa yang tidak tertarik dengan wisata di Indonesia? Dibalik banyaknya nilai negatif serta adanya kekurangan perawatan yang dialami tempat wisata, Indonesia tetap menyimpan keindahan tersendiri. Karenanya, banyak wisatawan lokal maupun mancanegara ingin sekali mendatanginya.
Sebuah asset yang luar
biasa, media kususnya televisi tak ingin ketinggalan dalam memanfaatkan hal
ini, menguasai bidang wisata yang dijadikan konten program akan menghasilkan
pundi-pundi iklan yang melimpah ruah. Tempat wisata menjadi sebuah konten yang
menarik untuk membuat sebuah program acara. Program acara tentang wisata dan
keindahan alam bernama My Trip My
Adventure ini memperlihatkan keindahan pemandangan dari berbagai tempat di
Indonesia.
Program ini sudah
berjalan sejak akhir tahun 2013 tepatnya bulan September. Pembuat mengemas
programnya menjadi sebuah acara televisi bergenre perjalanan wisata atau travel
documentary yang ditayangkan di Trans TV.
My Trip My Adventure memperlihatkan
sekelompok pemuda yang hobi melakukan perjalanan wisata mengunjungi
tempat-tempat alam yang indah, berkomunikasi dengan warga sekitar, menghargai
budaya yang ada di wilayah tersebut. Namun dalam praktiknya akan terlihat
sisi-sisi lain yang perlu di cermati lagi. Akan terlihat munculnya suatu gejala
yang dinamakan komodifikasi dalam teori Karl Marx dalam bukunya (Encyclopedia
of Marxism).
Karl Marz mengatakan,
“Komodifikasi berarti transformasi hubungan yang sebelumya bersih dari
perdaganagan, menjadi hubungan komersial, hubungan pertukaran, membeli dan
menjual.” Fenomena ini yang akhirnya menjebak sebuah konten program menjadi
tidak bersih. Tidak dapat dipungkiri program My Trip My Adventure jelas melakukan praktik komodifikasi.
Sebelum My Trip My Adventure popular, sudah ada
program sejenis seperti Jejak Petualang (Trans 7), Hijab Traveller (Trans TV),
dan beberapa lainnya. namun pembuat berhasil mengemas program dengan menarik
dan kebaruan sehingga bisa bertahan sampai tiga tahun dengan rating yang
tinggi. Kisah-kisah petualangan yang seru bahkan mampu membuat kesan seolah
kita ikut berpetualang bersama.
Teknologi
sebagai Penguat Konten Program
Teknologi semakin
berkembang membuat media juga akan berusaha memasukkan peralatan-peralatan
canggih ke dalam program sebagai sebuah konten. My Trip My Adventure juga menggunakan teknologi yang baru dan
canggih seperti tongsis, camera go-pro, drone untuk mengabadikan moment
berpetualang. Hal tersebut membuat penonton yang menyaksikan ingin menggunakan
teknologi atau peralatan tersebut untuk mendukung kegiatan traveling. Peralatan
teknologi canggih diperlihatkan saat pembawa acara menggunakan camera canggih
yang bisa digunakan di dalam air. Secara sadar penonton yang kebanyakan
kalangan remaja akan terpengaruh.
Memaskkan teknologi
sebagai konten dalam program menjadi komodifikasi yang bisa diperhitungkan.
Penggunaan teknologi sebagai pendukung kegiatan traveling akan berpengaruh
terhadap masuknya iklan pada program. Produk-produk peralatan canggih akan
mudah memasang iklan pada program tersebut. Penggunaan camera tidak lagi
sebagai pendukung program namun langsung menjualkan produk pemasang iklan dalam
program. Hal ini sudah tidak lagi dilihat dari segi sentimental, namun sudah
dinilai semata-mata dengan nilai uang.
My
Trip My Adventure memberi contoh bahwa media melingkupi
setiap tindakan masyarakat, atau dalam sebuah media yang terpenting
teknologinya bukan isinya. Direlasikan dengan asumsi Marshall Mcluhan dalam
teori ekologi media ini, My Trip My
Adventure disajikan dalam kemasan yang berbeda dan terlihat cukup menarik
minat pemirsa. Walaupun dalam kasus ini medium yang ditawarkan menjadi satu
kesatuan visual. Hal tersebut digunakan untuk memediasi permirsanya agar
melihat program tersebut sebagai suatu keharusan dan tidak tertinggal walaupun
satu episode saja.
Ekxploitasi
Konten untuk Mendulang Rupiah
Konten program tak
luput dari peran pemilihan pembawa acara yang menjadi bukti sebuah nyawa
program tersebut, keterlibatan aktor dan aktris ternama layaknya Nadine
Candrawinata, Dyon Wiyoko dan beberapa lainnya. Jika dipahami, fashion atau
pakaian yang digunakan pembawa acara juga menjadi salah satu konten yang
dikomodifikasi. Pakaian yang dikenakan memunculkan fasion atau tren baru, hal
ini sangat mempengaruhi pemirsanya apalagi kalangan remaja. Bukan lagi kegiatan
traveling yang terpenting melainkan fashion dan atribut yang digunakan saat
melakukan aktivitas traveling.
Kemunculan fasion
traveling merupakan imbas dari komodifikasi yang berusaha dibentuk di dalam
program. Dimana dengan adanya fashion tersebut banyaknya brand dan merk pakaian
serta aksesoris traveling akan dengan lapang dada mengucurkan dananya untuk
program tersebut. Adanya praktik ekonomi politik media sudah sangat jelas
terbukti. Konten media dibuat sedemikian rupa sehingga benar-benar menjadi
kesukaan publik meski hal itu bukanlah fakta dan kebutuhan publik.
Keterlibatan warga
lokal secara langsung bisa menaikkan rating yang dimiliki program. Sisi ini
juga menarik untuk diulas. Keterlibatan warga lokal dalam mengisi konten
program sangat menarik perhatian. Dalam program dimunculkan warga lokal untuk
membantu menunjukkan jalan, membantu dalam menelusuri tempat wisata dan
lainnya. Warga yang menjadi bagian dari konten program bisa memberikan pengaruh
untuk pemirsa.
Dalam program
diperlihatkan bahwa destinasi wisata tertentu di sebuah daerah sebagai objek
dan warga lokal sebagai subjek pendukung jelas akan menunjang rating sebuah
program. Tanpa sadar keterlibatan warga dalam program akan menjadi bagian dari
strategi program untuk menarik pemirsa. Pembenaran proses komodifikasi warga
lokal dalam program My Trip My Advanture
akan mempengaruhi komunikasi praktik sosial. Sehingga hal tersebut menjadi alat
pengesahan segala cara, termasuk cara licik dilakukan demi mendapat perhatian penonton
yang tinggi. Saat audiens sebuah program tinggi, kembali lagi ke tujuan utama
untuk menerima segala bentuk iklan agar ditampilkan dalam program.
Komodifikasi hadir
karena kebutuhan yang sengaja diciptakan dan dibentuk oleh para pembuatnya,
sebagai salah satu model pendekatan untuk mengenalkan objeknya. Berbicara
komodifikasi, erat dengan ideologi di dalamnya, hal ini merupakan salah satu
wujud praktek kreatif yang menjadikan tujuan keberhasilan sebuah program diukur
dari banyaknya iklan yang menopangnya.
Identitas program My
Trip My Adventure menjadi bukti terakhir sebuah bentuk komodifikasi. Identitas
ini secara berulang-ulang dimunculkan untuk membentuk hegemoni terhadap
pemirsanya. Serta menjadikan keterlibatan khalayak yang ada dalam program ini
menjadi sesuatu yang cukup penting. Suatu identitas yang sudah dikenal dan
kebaruan yang sudah diaminkan para pemirsanya, menjadi tiket sebuah program
akan memiliki usia panjang dan banjir dengan iklan. Entah apa yang akan terjadi
kepada penonton setelah melihat program, bukan lagi suatu hal yang penting.
Melainkan itulah hal yang nantinya akan diterima dan dikembalikan kepada
penontonnya, bagaimana sebenarnya program yang baik itu ditayangkan.
Tentang Penulis
Helvana Dewi Yulian - 14148143
0 komentar: