Sabtu Bersama Bapak: Representasi Keluarga Indonesia yang Sesungguhnya
Ditulis oleh Devita Nelasari
Siapa yang merindukan saat-saat kebersamaan dengan keluarga?
Agaknya banyak dari kita kini merasakan kerinduan yang sama, yakni berkumpul
bersama keluarga secara lengkap. Kerinduan inilah yang hendak diobati oleh
Monty Tiwa sebagai sutradara melalui film Sabtu Bersama Bapak. Film ini merupakan film Indonesia ke-sekian yang diadaptasi
dari novel, dengan judul yang sama karya Adhitya Mulya. Sebelumnya penulis ini
juga sempat menerbitkan novel yang juga diangkat ke layar lebar berjudul
“Jomblo: Sebuah Komedi Cinta”.
Film Sabtu Bersama Bapak bercerita tentang seorang ayah, Gunawan
(diperankan oleh Abimana Aryasatya), yang divonis mengidap kanker dan hanya
memiliki kesempatan hidup satu tahun lagi. Sadar bahwa anak-anaknya masih kecil
dan membutuhkan sosok seorang ayah, maka Gunawan berinisiatif membuat
video-video rekaman berisi pesan dan motivasi untuk anak-anaknya ketika ia
telah meninggal nanti. Video-video tersebut kemudian diberikan kepada istrinya,
Itje (diperankan oleh Ira Wibowo) untuk diputar
setiap Sabtu bersama dengan anak-anaknya, Satya (diperankan oleh Arifin Putra)
dan Cakra (diperankan oleh Deva Mahenra). Jadilah video tersebut menemani akhir
pekan mereka sepanjang tahun hingga mereka tumbuh dewasa.
Sabtu Bersama Bapak mengobati kerinduan kita
tentang keberadaan keluarga serta masa-masa kecil bersama Ayah. Film ini
mengajak kita untuk menilik lebih jauh mengenai seperti apa keluarga Indonesia
yang sesungguhnya. Berlatar waktu tahun 1990 – 2016, film ini mengingatkan
kembali pada masa pemerintahan presiden Soeharto atau lebih dikenal dengan masa
orde baru dimana kata keluarga semenjak dari akarnya digunakan untuk menata
masyarakat. Oleh karena itu, keluarga tidaklah netral tetapi terikat dengan
model kekuasaan. Kekuasaan ini tentunya berada ditangan seorang kepala keluarga
yaitu Ayah, sehingga ia merupakan sosok terpenting yang harus hadir dan
bertanggung jawab atas keluarganya. Menurut
Ritzer (2009: 19) intisari pengertian keluarga, yaitu kelompok sosial kecil
yang umumnya terdiri atas ayah, ibu dan anak. Hubungan sosial di antara anggota
keluarga relatif tetap dan didasarkan atas ikatan darah, perkawinan dan/atau
adopsi. Hubungan antar anggota keluarga dijiwai oleh suasana afeksi dan rasa
tanggung jawab. Fungsi keluarga adalah memelihara, merawat dan melindungi anak
dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa
sosial.
Tanggung jawab seorang ayah merupakan satu pokok bahasan yang
sangat penting dalam kehidupan. Tantangan untuk mewariskan generasi yang lebih
baik harus mendapat tanggapan yang sungguh-sungguh akan kemana dan bagaimana
generasi tersebut dikemudian hari, masa depannya juga ditentukan dengan
bagaimana pembinaan para ayah sekarang terhadap anak-anaknya. Tanggung jawab
seorang ayah harus lebih banyak diberikan mengingat lebih hebatnya tantangan
yang akan dihadapi anak-anak masa kini (Hendika, 2015). Gunawan, melalui video rekamannya berusaha untuk terus hadir ditengah-tengah
keluarganya karena ia merasa bahwa tanggung jawabnya belum selesai. Meskipun
istrinya masih hidup, ia tidak membebankan tugas mendidik anak-anak mereka
begitu saja.
Representasi Pengasuhan Anak dalam Keluarga Indonesia
Seperti yang kita ketahui, film Indonesia dengan
tema keluarga masih terbilang minim. Esensi dari keluarga Indonesia yang
sesungguhnya pun jarang kita temui di tayang-tayangan televisi masa kini,
seperti misalnya anak-anak yang pulang sekolah lebih cepat pada hari Sabtu
untuk bermain dan menonton bersama keluarganya, ataupun sebaliknya ayah-ibu
yang diakhir pekan selalu menyempatkan diri menemani anak-anaknya.
Sabtu Bersama Bapak dapat dikatakan
merepresentasikan sistem pengasuhan anak oleh keluarga Indonesia yang
sesungguhnya. Representasi ini dihadirkan melalui makna-makna dari setiap
adegan dalam film dengan berlatar belakang waktu yang berbeda-beda, saya
uraikan sebagai berikut:
Tahun 1990
Gunawan
masih hidup, ia mempersiapkan banyak rekaman untuk anak-anaknya dengan tujuan agar
ketika ia meninggal maka anak-anaknnya tetap mendapat bimbingan dari sang Ayah
serta agar istrinya tidak merasa sendirian membesarkan mereka. Sembari
mempersiapkan rekaman, Gunawan tetap melakukan tugasnya sebagai Ayah, ia
mendidik anak-anaknya dengan disiplin.
Makna yang
dihadirkan pada latar waktu ini antara lain: Peran ayah dan suami, semasa hidup
dan bagaimana rencana masa depan bagi keluarganya. Ayah mengajarkan bahwa dalam
hidup haruslah menyusun rencana-rencana masa depan; kemudian peran seorang
istri mendampingi suami, memberikan dukungan hingga sang suami meninggal. Seorang
Ibu adalah istri yang selalu dirumah memasak dan menemani keluarganya.
Tahun 1991
Gunawan
telah meninggal, setiap Sabtu anak-anaknya pulang lebih awal dan selalu
menantikan saat-saat bertemu dengan Ayahnya melalui rekaman kaset. Itje, sang
Ibu menemani mereka menonton rekaman sambil memberikan pengarahan. Anak-anak
mereka tumbuh menjadi anak yang berprestasi dan selalu mengingat apa saja pesan
yang disampaikan oleh Gunawan, sang Ayah sepanjang hidup mereka.
Makna yang
dihadirkan pada latar waktu ini antara lain: Sabtu adalah hari dimana
keluarga pulang lebih
awal untuk menghabiskan waktu bersama; kemudian anak-anak Indonesia adalah anak
yang berprestasi. Piala dan piagam penghargaan berjajar dengan rapi pada salah
satu bagian sudut rumah, dan orang tua memberikan pujian kepada mereka atas
prestasi yang diraih.
Tahun 2005
Anak-anak
mereka Satya dan Cakra tumbuh dewasa mendampingi dan membantu Ibu mereka yang
kini membuka restoran sendiri karena bakat memasaknya. Di restoran tersebut
Satya bertemu Rissa, salah seorang pelanggan yang nantinya menjadi istri Satya.
Makna yang
dihadirkan pada latar waktu ini antara lain: Anak-anak membantu Ibu mereka di
waktu libur kerja. Anak-anak yang telah dewasa dan memiliki pekerjaan, akan
menyempatkan diri pulang ke rumah orangtuanya; makna lain yang dihadirkan
adalah kakak-adik meskipun telah dewasa namun sering meributkan hal-hal kecil
dan merepotkan Ibunya.
Tahun 2008
Satya dan
Rissa selalu menghabiskan waktu kencan mereka di restoran milik Ibunya disaat
Satya mendapatkan libur kerja. Cakra, sang adik kerap menggoda mereka berdua.
Makna yang
dihadirkan pada latar waktu ini adalah keluarga mengontrol anaknya dalam
menjalin hubungan dengan kekasih.
Tahun 2016
Satya dan
Rissa telah menikah dan tinggal di Paris, mereka dikaruniai 2 orang anak
laki-laki. Satya menjalankan peran sebagai kepala rumah tangga, suami,
sekaligus seorang ayah. Satya hidup sesuai dengan pesan-pesan ayahnya dahulu.
Namun sikap ini kerap membuat Satya dan Rissa berselisih paham.
Makna yang
dihadirkan pada latar waktu ini antara lain: Konflik konflik yang dihadapi
suami-istri dalam mendidik anak-anaknya. Seringkali dalam sebuah keluarga,
suami-istri akan memperdebatkan hal-hal mengenai cara pengasuhan anak-anak
mereka; makna lainnya ayah itu harus
selalu hadir ditengah-tengah keluarganya. Ayah tidak hanya bertanggung jawab
untuk mencukupi kebutuhan keluarga, tetapi ia wajib hadir untuk membimbing dan
mendampingi keluarganya.
Cakra
bekerja di Jakarta menjabat sebagai Direktur, ia kerap diledek teman kantornya
karena belum juga menikah atau memiliki kekasih. Cakra dilanda dilema dan
mengusahakan berbagai cara untuk mendapatkan kekasih. Pesan sang Ayah pun turut
andil dalam kehidupan Cakra untuk menentukan pilihan-pilihannya.
Makna yang
dihadirkan pada latar waktu ini antara lain: Ayah mengajarkan kepada anaknya
mengenai pentingnya berhemat dan menyusun rencana masa depan; Ayah mengajarkan
kepada anaknya dalam memilih pasangan hidup, bahwa menjadi sempurna bukanlah
tugas pasangan kita kelak tetapi tugas kita untuk menyempurnakan diri kita
masing-masing; lalu anak bekerja dirantauan dan sesekali pulang kerumah untuk
sekedar mencicipi masakan Ibu. Betapapun enaknya makanan diluar sana, masakan
Ibu tetap menjadi alasan utama anak untuk kembali kerumahnya sekalipun ia telah
memiliki kehidupan sendiri; makna lainnya yang hadir yakni rumah sebagai tempat
yang selalu dituju ketika dilanda masalah.
Itje, sang
Ibu tinggal sendiri ditemani seorang pembantu. Ia mulai khawatir karena Cakra
tidak kunjung menikah. Kekhawatirannya itu bertambah ketika ia divonis kanker
payudara, ia cemas tidak bisa mengantar Cakra menikah sesuai janjinya kepada
sang suami. Dalam masa sakitnya, Itje tidak pernah memberitahu ataupun
mengeluhkan kepada anak-anaknya karena ia ingat pesan suami bahwa orang tua itu
tidak boleh menyusahkan anaknya.
Makna yang
dihadirkan pada latar waktu ini antara lain: Istri selalu menjaga dan
mengusahakan amanat suami sebaik mungkin; Ibu berbohong kepada anaknya agar
anaknya tidak cemas.
Indonesia membutuhkan film-film yang sangat
‘Indonesia’ sekali, dan itu dimunculkan dalam film Sabtu Bersama Bapak dimana
hal-hal sederhana mampu membuat kia tersenyum dan mengingat Indonesia misalnya
saja pada adegan makan dimana pada adegan tersebut tampak opor ayam selalu
disajikan ketika berkumpul bersama keluarga. Sederhana bukan? Tapi sangat
Indonesia.
Pada akhirnya film Sabtu Bersama Bapak tidak
melulu mengenai bagaimana cara mendidik anak yang benar, film ini juga
menyajikan humor dan romantisme pemuda dalam menentukan pasangan hidupnya.
Semua itu tidak lepas dari peran keluarga terutama ayah dalam melaksanakan
tanggungjawabnya.Tentang Penulis
Devita Nelasari 14148146
0 komentar: