Sabtu Bersama Bapak: Representasi Keluarga Indonesia yang Sesungguhnya

00:16 Semut Nakal 14 0 Comments

Ditulis oleh Devita Nelasari 

Siapa yang merindukan saat-saat kebersamaan dengan keluarga? Agaknya banyak dari kita kini merasakan kerinduan yang sama, yakni berkumpul bersama keluarga secara lengkap. Kerinduan inilah yang hendak diobati oleh Monty Tiwa sebagai sutradara melalui film Sabtu Bersama Bapak. Film ini merupakan film Indonesia ke-sekian yang diadaptasi dari novel, dengan judul yang sama karya Adhitya Mulya. Sebelumnya penulis ini juga sempat menerbitkan novel yang juga diangkat ke layar lebar berjudul “Jomblo: Sebuah Komedi Cinta”.
Film Sabtu Bersama Bapak bercerita tentang seorang ayah, Gunawan (diperankan oleh Abimana Aryasatya), yang divonis mengidap kanker dan hanya memiliki kesempatan hidup satu tahun lagi. Sadar bahwa anak-anaknya masih kecil dan membutuhkan sosok seorang ayah, maka Gunawan berinisiatif membuat video-video rekaman berisi pesan dan motivasi untuk anak-anaknya ketika ia telah meninggal nanti. Video-video tersebut kemudian diberikan kepada istrinya, Itje (diperankan oleh Ira Wibowo) untuk diputar setiap Sabtu bersama dengan anak-anaknya, Satya (diperankan oleh Arifin Putra) dan Cakra (diperankan oleh Deva Mahenra). Jadilah video tersebut menemani akhir pekan mereka sepanjang tahun hingga mereka tumbuh dewasa.
Sabtu Bersama Bapak mengobati kerinduan kita tentang keberadaan keluarga serta masa-masa kecil bersama Ayah. Film ini mengajak kita untuk menilik lebih jauh mengenai seperti apa keluarga Indonesia yang sesungguhnya. Berlatar waktu tahun 1990 – 2016, film ini mengingatkan kembali pada masa pemerintahan presiden Soeharto atau lebih dikenal dengan masa orde baru dimana kata keluarga semenjak dari akarnya digunakan untuk menata masyarakat. Oleh karena itu, keluarga tidaklah netral tetapi terikat dengan model kekuasaan. Kekuasaan ini tentunya berada ditangan seorang kepala keluarga yaitu Ayah, sehingga ia merupakan sosok terpenting yang harus hadir dan bertanggung jawab atas keluarganya. Menurut Ritzer (2009: 19) intisari pengertian keluarga, yaitu kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri atas ayah, ibu dan anak. Hubungan sosial di antara anggota keluarga relatif tetap dan didasarkan atas ikatan darah, perkawinan dan/atau adopsi. Hubungan antar anggota keluarga dijiwai oleh suasana afeksi dan rasa tanggung jawab. Fungsi keluarga adalah memelihara, merawat dan melindungi anak dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial.
Tanggung jawab seorang ayah merupakan satu pokok bahasan yang sangat penting dalam kehidupan. Tantangan untuk mewariskan generasi yang lebih baik harus mendapat tanggapan yang sungguh-sungguh akan kemana dan bagaimana generasi tersebut dikemudian hari, masa depannya juga ditentukan dengan bagaimana pembinaan para ayah sekarang terhadap anak-anaknya. Tanggung jawab seorang ayah harus lebih banyak diberikan mengingat lebih hebatnya tantangan yang akan dihadapi anak-anak masa kini (Hendika, 2015). Gunawan, melalui video rekamannya berusaha untuk terus hadir ditengah-tengah keluarganya karena ia merasa bahwa tanggung jawabnya belum selesai. Meskipun istrinya masih hidup, ia tidak membebankan tugas mendidik anak-anak mereka begitu saja.
Representasi Pengasuhan Anak dalam Keluarga Indonesia

Seperti yang kita ketahui, film Indonesia dengan tema keluarga masih terbilang minim. Esensi dari keluarga Indonesia yang sesungguhnya pun jarang kita temui di tayang-tayangan televisi masa kini, seperti misalnya anak-anak yang pulang sekolah lebih cepat pada hari Sabtu untuk bermain dan menonton bersama keluarganya, ataupun sebaliknya ayah-ibu yang diakhir pekan selalu menyempatkan diri menemani anak-anaknya.
Sabtu Bersama Bapak dapat dikatakan merepresentasikan sistem pengasuhan anak oleh keluarga Indonesia yang sesungguhnya. Representasi ini dihadirkan melalui makna-makna dari setiap adegan dalam film dengan berlatar belakang waktu yang berbeda-beda, saya uraikan sebagai berikut:
Tahun 1990
Gunawan masih hidup, ia mempersiapkan banyak rekaman untuk anak-anaknya dengan tujuan agar ketika ia meninggal maka anak-anaknnya tetap mendapat bimbingan dari sang Ayah serta agar istrinya tidak merasa sendirian membesarkan mereka. Sembari mempersiapkan rekaman, Gunawan tetap melakukan tugasnya sebagai Ayah, ia mendidik anak-anaknya dengan disiplin.
Makna yang dihadirkan pada latar waktu ini antara lain: Peran ayah dan suami, semasa hidup dan bagaimana rencana masa depan bagi keluarganya. Ayah mengajarkan bahwa dalam hidup haruslah menyusun rencana-rencana masa depan; kemudian peran seorang istri mendampingi suami, memberikan dukungan hingga sang suami meninggal. Seorang Ibu adalah istri yang selalu dirumah memasak dan menemani keluarganya.

Tahun 1991
Gunawan telah meninggal, setiap Sabtu anak-anaknya pulang lebih awal dan selalu menantikan saat-saat bertemu dengan Ayahnya melalui rekaman kaset. Itje, sang Ibu menemani mereka menonton rekaman sambil memberikan pengarahan. Anak-anak mereka tumbuh menjadi anak yang berprestasi dan selalu mengingat apa saja pesan yang disampaikan oleh Gunawan, sang Ayah sepanjang hidup mereka.
Makna yang dihadirkan pada latar waktu ini antara lain: Sabtu adalah hari dimana
keluarga pulang lebih awal untuk menghabiskan waktu bersama; kemudian anak-anak Indonesia adalah anak yang berprestasi. Piala dan piagam penghargaan berjajar dengan rapi pada salah satu bagian sudut rumah, dan orang tua memberikan pujian kepada mereka atas prestasi yang diraih.

Tahun 2005
Anak-anak mereka Satya dan Cakra tumbuh dewasa mendampingi dan membantu Ibu mereka yang kini membuka restoran sendiri karena bakat memasaknya. Di restoran tersebut Satya bertemu Rissa, salah seorang pelanggan yang nantinya menjadi istri Satya.
Makna yang dihadirkan pada latar waktu ini antara lain: Anak-anak membantu Ibu mereka di waktu libur kerja. Anak-anak yang telah dewasa dan memiliki pekerjaan, akan menyempatkan diri pulang ke rumah orangtuanya; makna lain yang dihadirkan adalah kakak-adik meskipun telah dewasa namun sering meributkan hal-hal kecil dan merepotkan Ibunya.

Tahun 2008
Satya dan Rissa selalu menghabiskan waktu kencan mereka di restoran milik Ibunya disaat Satya mendapatkan libur kerja. Cakra, sang adik kerap menggoda mereka berdua.
Makna yang dihadirkan pada latar waktu ini adalah keluarga mengontrol anaknya dalam menjalin hubungan dengan kekasih.

Tahun 2016
Satya dan Rissa telah menikah dan tinggal di Paris, mereka dikaruniai 2 orang anak laki-laki. Satya menjalankan peran sebagai kepala rumah tangga, suami, sekaligus seorang ayah. Satya hidup sesuai dengan pesan-pesan ayahnya dahulu. Namun sikap ini kerap membuat Satya dan Rissa berselisih paham.
Makna yang dihadirkan pada latar waktu ini antara lain: Konflik konflik yang dihadapi suami-istri dalam mendidik anak-anaknya. Seringkali dalam sebuah keluarga, suami-istri akan memperdebatkan hal-hal mengenai cara pengasuhan anak-anak mereka;  makna lainnya ayah itu harus selalu hadir ditengah-tengah keluarganya. Ayah tidak hanya bertanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan keluarga, tetapi ia wajib hadir untuk membimbing dan mendampingi keluarganya.

Cakra bekerja di Jakarta menjabat sebagai Direktur, ia kerap diledek teman kantornya karena belum juga menikah atau memiliki kekasih. Cakra dilanda dilema dan mengusahakan berbagai cara untuk mendapatkan kekasih. Pesan sang Ayah pun turut andil dalam kehidupan Cakra untuk menentukan pilihan-pilihannya.
Makna yang dihadirkan pada latar waktu ini antara lain: Ayah mengajarkan kepada anaknya mengenai pentingnya berhemat dan menyusun rencana masa depan; Ayah mengajarkan kepada anaknya dalam memilih pasangan hidup, bahwa menjadi sempurna bukanlah tugas pasangan kita kelak tetapi tugas kita untuk menyempurnakan diri kita masing-masing; lalu anak bekerja dirantauan dan sesekali pulang kerumah untuk sekedar mencicipi masakan Ibu. Betapapun enaknya makanan diluar sana, masakan Ibu tetap menjadi alasan utama anak untuk kembali kerumahnya sekalipun ia telah memiliki kehidupan sendiri; makna lainnya yang hadir yakni rumah sebagai tempat yang selalu dituju ketika dilanda masalah.

Itje, sang Ibu tinggal sendiri ditemani seorang pembantu. Ia mulai khawatir karena Cakra tidak kunjung menikah. Kekhawatirannya itu bertambah ketika ia divonis kanker payudara, ia cemas tidak bisa mengantar Cakra menikah sesuai janjinya kepada sang suami. Dalam masa sakitnya, Itje tidak pernah memberitahu ataupun mengeluhkan kepada anak-anaknya karena ia ingat pesan suami bahwa orang tua itu tidak boleh menyusahkan anaknya.
Makna yang dihadirkan pada latar waktu ini antara lain: Istri selalu menjaga dan mengusahakan amanat suami sebaik mungkin; Ibu berbohong kepada anaknya agar anaknya tidak cemas.

Indonesia membutuhkan film-film yang sangat ‘Indonesia’ sekali, dan itu dimunculkan dalam film Sabtu Bersama Bapak dimana hal-hal sederhana mampu membuat kia tersenyum dan mengingat Indonesia misalnya saja pada adegan makan dimana pada adegan tersebut tampak opor ayam selalu disajikan ketika berkumpul bersama keluarga. Sederhana bukan? Tapi sangat Indonesia.

Pada akhirnya film Sabtu Bersama Bapak tidak melulu mengenai bagaimana cara mendidik anak yang benar, film ini juga menyajikan humor dan romantisme pemuda dalam menentukan pasangan hidupnya. Semua itu tidak lepas dari peran keluarga terutama ayah dalam melaksanakan tanggungjawabnya.

Tentang Penulis



Devita Nelasari 14148146

0 komentar: