Menyentil Republik Sentilan Sentilun

01:56 Semut Nakal 14 0 Comments

Ditulis oleh: Novasari Widyaningsih



Transformasi Sentian Sentilun

Sentilan Sentilun, acara hiburan yang tayang setiap hari Sabtu pukul 19.30 WIB di MetroTV ini awalnya merupakan adaptasi dari sebuah naskah berjudul “Matinya Sang Kritikus“ karya sastrawan tersohor Agus Noor, yang dimainkan secara monolog oleh seorang seniman bernama Butet Kertarajasa. Dulu saat memainkan pertunjukan dari naskah tersebut, Butet Kertarajasa memerankan karakter sebagai Sentilan sekaligus Sentilun. Namun seiring dengan perkembangan jaman dan kebutuhan akan program tayangan di televisi, MetroTV mengusung pertunjukan tersebut dalam bentuk drama parodi semi talkshow.

(Tokoh Ndoro Sentilan dan Sentilun dalam program acara Sentilan Sentilun)

Pada akhirnya, Sentilan dan Sentilun diperankan oleh orang yang berbeda. Dimana Ndoro Sentilan, seorang majikan dari keluarga jawa yang kaya raya diperankan oleh aktor kawakan Slamet Rahardjo dan Sentilun, yang digambarkan sebagai seorang batur atau pembantu yang sadar akan politik, ceplas-ceplos, kerap menyentil lawan bicaranya dengan gayanya yang satir, kritis, sok tau dan selalu ingin tahu yang diperankan apik oleh Butet Kertarajasa. Ndoro Sentilan yang merupakan personofikasi dari penguasa yang bijaksana serta disegani dan Sentilun yang merupakan personifikasi dari rakyat jelata yang melek akan politik.

Tontonan cerdas yang menghibur membuat pemirsa “melek politik”

Pada dasarnya, Republik Sentilan Sentilun bisa disaksikan dan dicerna siapa saja dengan mudah meskipun topik yang dibahas pada umumnya adalah topik-topik berat, karena acara ini senantiasa dikemas dengan parodi yang ringan dan komedi segar. Sehingga program acara ini tak hanya menghibur, namun juga sebagai sarana pendidikan politik yang murah atau dapat dikatakan dapat membuat pemirsa melek akan politik agar pemirsa senantiasa mengetahui perkembangan situasi politik yang sedang terjadi di negaranya dengan cara yang ringan.

Menghadirkan isu –isu hangat dan tema yang berbeda disetiap episodenya adalah modal utama program ini yang tentunya akan menarik minat pemirsa untuk menyaksikan, sehingga menguntungkan secara ekonomi bagi pembuatnya karena pemirsa akan tertarik untuk menonton program ini. Sentilan Sentilun senantiasa mengusung tema mengenai peristiwa yang sedang hangat seputar isu politik, sosial, ekonomi, hingga budaya, dalam kemasan komedi lengkap dengan sindiran kritisnya. Mulai dari kehidupan pribadi para politikus, skandal korupsi, hingga masalah kenegaraanpun dijadikan bahan parodi dalam acara ini. Masyarakat umum dapat mudah menyerap permasalahan yang telah ada, dengan dihadirkannya drama / parodi yang ringan dan dipenuhi dengan komedi.

(Kehadiran Jokowi sebagai bintang tamu di Rep Sentilan Sentilun pada 2012)
Bintang tamu yang dihadirkan merupakan para pesohor, politikus, pejabat, birokrat maupun artist Indonesia. Sebut saja Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, hingga Presiden RI Joko Widodo pernah menjadi bintang tamu dalam acara ini. Berbeda dengan para lakon tokoh pada parodinya yang berakting seolah-olah menyerupai orang lain, para bintang tamu dalam acara ini tentunya memainkan lakon sebagai dirinya sendiri sesuai dengan kapasitas mereka yang tentunya tetap merujuk kepada tema yang telah di tentukan setiap episodenya.


Sentilan-Sentilan yang ada dalam stiap kontennya / Menyentil dengan kemiripan fisik tokoh parodi

(Tokoh Jk KW, Jokowi KW, Dan Megawati KW dalam Eps. Pemimpin kerja kerja dan kerja)

Sindiran berupa kemiripan fisik para lakon tokoh yang dihadirkan dalam parodipun, seakan akan kuat menyentil dan menyadarkan masyarakat siapakah tokoh yang sedang dibicarakan / dijadikan bahan parodi. Pelaku peristiwa yang diparodikan acap kali mengambil tokoh dari program acara yang dahulu sempat menghiasi layar kaca Indonesia, dengan acara parodi politik yang syarat akan kritiknya hingga beberapa kali dicekal oleh KPI yakni “republik impian”. Tokoh yang secara fisik mirip dengan politikus ataupun aparatur negara seperti megawati KW, Jarwo Kuat, Jokowi KW dsb diambil dari program acara tersebut. Bintang tersebut memerankan apik tokoh yang mereka bawakan lengkap dengan kemiripan gimmick, cara berbicara, gesture tubuh hingga kata-kata trend yang acap kali digunakan oleh para tokoh yang sedang diparodikan.

 “Freedom of Speech” di berbagai aspek

(Djaduk Ferianto CS sebagai homeband di Rep Sentian Sentilun)

Sindiran lain juga terlihat pada homeband yang ada dalam acara tersebut sebagai musik pembuka, pengirin, serta penutup acara. Dimana grup musik yang di punggawai oleh Djaduk Ferianto tersebut senantiasa menyanyikan lagu dengan lirik yang syarat akan kritik kepada pemerintahan yang ada. Terlihat bagaimana “freedom of speech” atau kebebasan berbicara ada dalam setiap aspek program acara ini mulai dari cerita yang diparodikan, lakon cerita yang dihadirkan, argumentasi-argumentasi yang disampaikan, hingga musik yang mengiringi acara tersebut.

Sisi Positif Sentilan Sentilun / Hadirnya narasumber untuk memberikan solusi
Program ini tak hanya menghadirkan masalah yang ada dengan lakon yang ada, namun juga memberikan solusi-solusi berupa dihadirkannya narasumber inti sebagai juru bicara yang ahli pada bidangnya untuk mengamati dan memberikan saran-saran terhadap masalah yang sedang di tampilkan. Seperti contohnya pada episode “Kampanye Damai” menghadirkan narasumber yakni Chozin Amirullah yang merupakan relawan yang menjelaskan bagaimana mensukseskan kampanye damai serta menjadi relawan yang baik dan benar sesuai dengan peraturan yang berlaku, serta memberikan saran-saran atas masalah yang mungkin terjadi dalam aksi kampanye.

(Narasumber yang dihadirkan di Rep Sentian Sentilun)

Tak hanya syarat akan sindiran dan kritikan, program ini juga senantiasa memberikan hal positif bagi pemirsanya. Dengan adanya nilai pesan moral yang disampaikan oleh Sentilun yang terdapat di setiap akhir segment, seakan menadi bahan instropeksi diri bagi pemirsa atas masalah yang terjadi. Melihat suatu masalah dari prespektif yang lain dengan lebih bijaksana sebagai refleksi dan sarana instropeksi bagi pemirsa dan pihak terkait.


Keberpihakan dengan pihak tertentu & tidak transparan
Program yang pernah ditegur oleh Komisi Penyiaran Indonesia pada Juli 2015 terkait  dengan pelanggaran norma dimana terdapat adegan seorang pria mengatakan kata “goblok” ini juga dinilai terlalu memihak kepada sejumlah orang dimana kita tau sesuai dengan kepemilikannya, program sentilan sentilun berada di bawah kekuasaan Metrotv. Jadi segala sesuatu yang dihadirkan, pasti akan menyesuaikan dengan siapa pemilik stasiun televisi tersebut. Sentilan sentilun dipastikan tidak akan menyentil masalah yang berkaitan dengan “si pemilik stasiun televisi” tersebut beserta tokoh lain yang dekat atau berhubungan dengan Surya Paloh baik di bidang Politik, Sosial, Ekonomi maupun bidang lainnya.


Terkait dengan kepentingan politik, acara sentilan-sentilun ini terkesan memihak pemilik stasiun yang menyiarkannya dan kurang transparan dalam menyajikan tayangan ke publik. Terbukti pernah ada manipulasi berupa dubbingan suara yang tak sesuai dengan visual yang ada saat episode “Blusukan ke Kantor Ahok”, adegan pemotongan acara saat para pemain kebablasan membahas masalah tertentu yang akan merugikan “Si Pemilik stasiun siar” beserta “koleganya”. Kenapa harus  melakukan sensor-sensor seperti itu di era reformasi yang sudah demokratis seperti sekarang ?. Bukankah seharusnya keterbukaan dan transparansi  dijunjung tinggi dalam mewujudkan demokrasi yang sesungguhnya ? Cara program tersebut menyensor, memanipulasi dubbing, atau meng cut bagian program tertentu yang akan membahayakan “si penguasa dan tokoh terkait” itu jelas telah menghilangkan esensi dari Sentilan Sentilun yaang seyogyanya menegakkan transparansi bagi khalayak dalam menyentil para penguasa dan rakyat sipil agar semua terlihat jelas terbuka, dapat membukakan mata kita akan apa yang telah terjadi di negri kita tercinta ini serta menjadi renungan dan koreksi bagi kita semua.

Semoga program ini dapat bertahan di layar kaca indonesia dan dapat memperbaiki kekurangan menjadi lebih baik agar menjadi acara kritik pemerintahan yang dapat diandalkan masyarakat untuk mengetahui kondisi serta polemik yang ada di negri kita tercinta ini.


Tentang Penulis
Novasari Widyaningsih merupakan mahasiswa program studi Televisi dan Film di Institut Seni Indonesia Surakarta. Gadis kelahiran Klaten ini sudah menelurkan beberapa karya film, diantaranya berjudul Jeruk Makan Jeruk dan Lumbung Sampah. Saat ini masih aktif sebagai mahasiswa.

0 komentar: