Surat Dari Praha : Musuh Orde Baru Tak Hanya Komunis

18:56 Semut Nakal 14 0 Comments


Ditulis oleh Evan Rindi Silvanus
(Tokoh Jaya dan Laras)

Film Surat dari Praha, bercerita tentang seorang wanita bernama Laras yang dipaksa untuk menghantarkan surat-surat milik ibunya yang bernama Sulastri kepada seorang bernama Jaya di Praha, Republik Ceko sebagai syarat untuk mendapatkan warisan setelah kematian Ibunya. Tokoh Jaya dalam film ini diceritakan sebagai seorang petugas kebersihan sebuah gedung pertunjukkan di Praha, dulunya ia seorang mahasiswa jurusan kajian nuklir. Ia kehilangan kewarganegaraannya dikarenakan tidak mau mengakui dan menolak Soeharto serta Orde baru.
Yang Menolak Rezim, Dibuang
Film Surat dari Praha memilih tema eksil sebagai induk ceritanya, eksil sendiri ialah orang yang di usir dari rumah atau negaranya sendiri oleh otoritas. Tokoh Jaya sendiri ialah seorang eksil pada masa itu. Merasa menjadi seorang warga negara yang dibuang oleh negera sendiri menjadi suatu hal yang sangat memilukan. Potret kehidupan para eksil pun menjadi terombang-ambing dimana paspor mereka dicabut dan dilarang untuk kembali ke negara sendiri. Terputusnya silahturahmi dengan sanak saudara tentu akan menjadi sebuah pukulan yang berat. Merasa terasing dan tidak leluasa tentu akan sangat menyulitkan dimana gagasan dan pemikiran pada saat itu begitu dibatasi dan diawasi. Kebebasan mengemukakan pendapat menjadi suatu hal yang sangat terlarang, ditambah lagi dengan tuduhan-tuduhan yang disematkan kepada mereka yang dianggap sebagai penghianat tanpa asal muasal yang jelas semakin membuat kehidupan para eksil semakin abu-abu.
 Dalam film Surat dari Praha muncul stigma mengenai orang-orang yang dianggap sebagai komunis karena menolak Orde Baru, hingga pada sebuah adegan film terjadi perdebatan antara Jaya dengan Laras dan berakhir dengan ucapan Jaya yang menyatakan bahwa dirinya bukan komunis. Dari hal ini terlihat bahwa film Surat dari Praha berusaha untuk melawan stigma tersebut dimana orang-orang yang menolak Orde Baru pada saat itu dianggap sebagai seorang komunis. Padahal nyatanya tidak semua orang yang menolak Orde Baru merupakan komunis, ada juga yang nasionalis.

Dialog Sebagai Cara Halus
Pada sebuah adegan ketika Laras mengetahui bahwa siapa Jaya sebenarnya Laras menuduh bahwa Jaya seorang pembunuh melalui surat-surat yang dikirimkan kepada Sulastri, ibunya Laras. Dengan tenang pun Jaya menjawab “kalau hanya dipaksa untuk bersalah saya sudah biasa”. Dialog ini tentu berkaitan dengan tema yang diangkat pada film. Dimana dialog ini bisa dijadikan sebuah representasi adanya tuduhan yang masih samar kebenarannya. Menurut versi dari pemerintahan orde baru orang yang menolak rezim Soeharto dianggap sebagai orang berbahaya. Namun menurut versi eksil dalam film ini, Jaya yang menolak Orde Baru dipaksa untuk menerima cap sebagai orang berbahaya Dari sini timbul pertanyaan lain mengenai bagaimanakah sejatinya kebenaran tragedi 1965. Tak ada yang pasti mengenai peristiwa besar ini.
Film Surat dari Praha bisa jadikan sebagai representasi dari sebuah adanya pemaksaan kehendak yang dilakukan seseorang/golongan/pemerintah yang berwenang demi sebuah kepentingan. Hal ini nampak dalam sebuah adegan pada film dimana tokoh Jaya menjelaskan mengenai dirinya kepada Laras yang dipaksa untuk mengakui Soeharto dan pemerintahan Orde Baru. Pemaksaan yang dilakukan oleh pemerintahan pada saat itu memaksa para mahasiswa yang mengenyam pendidikan di luar negeri untuk mengakui pemerintahan dan dianggap sebagai komunis serta pengkhianat negara apabila tidak menuruti perintah tersebut.
Akibat dari adanya kejadian tersebut, stigma masyarakat pun ikut terbawa dan muncullah cap komunis yang diberikan kepada mereka yang berbeda pandangan dengan rezim yang berkuasa pada saat itu dan dianggap sebagai sesorang yang berbahaya. Kalimat di atas pun dapat ditemukan pada dialog Jaya dengan Laras saat perdebatan dalam cerita yang berusaha diungkap.

Referensi:


http://cinemapoetica.com/surat-dari-praha-masa-lalu-yang-tiba-tiba-tiba/ Diakses tanggal 4 Januari 2017 pukul 00.38


Tentang Penulis
Evan Rindi Silvanus, mahasiswa Institut Seni Indonesia Surakarta. Pria kelahiran Surakarta, 25 Maret 1996 ini menyukai musik metal dan juga film-film komedi Thailand. Aktif sebagai pelayanan kameraman di GBIKA Widuran, Solo. Ketertarikan pada film dimulai dari kesukaannya pada komputer lalu sering mencari film-film gratisan melalui komputer ayahnya. Saat ini masih aktif sebagai mahasiswa.

0 komentar: