Surat Dari Praha : Musuh Orde Baru Tak Hanya Komunis
Film Surat dari Praha, bercerita
tentang seorang wanita bernama Laras yang dipaksa untuk menghantarkan
surat-surat milik ibunya yang bernama Sulastri kepada seorang bernama Jaya di
Praha, Republik Ceko sebagai syarat untuk mendapatkan warisan setelah kematian
Ibunya. Tokoh Jaya dalam film ini diceritakan sebagai seorang petugas
kebersihan sebuah gedung pertunjukkan di Praha, dulunya ia seorang mahasiswa jurusan
kajian nuklir. Ia kehilangan kewarganegaraannya
dikarenakan tidak mau mengakui dan menolak Soeharto serta Orde baru.
Yang Menolak Rezim, Dibuang
Film Surat dari Praha memilih tema
eksil sebagai induk ceritanya, eksil sendiri ialah orang yang di usir dari
rumah atau negaranya sendiri oleh otoritas. Tokoh Jaya sendiri ialah seorang
eksil pada masa itu. Merasa menjadi seorang warga negara yang dibuang oleh
negera sendiri menjadi suatu hal yang sangat memilukan. Potret kehidupan para
eksil pun menjadi terombang-ambing dimana paspor mereka dicabut dan dilarang untuk
kembali ke negara sendiri. Terputusnya silahturahmi dengan sanak saudara tentu
akan menjadi sebuah pukulan yang berat. Merasa terasing dan tidak leluasa tentu
akan sangat menyulitkan dimana gagasan dan pemikiran pada saat itu begitu
dibatasi dan diawasi. Kebebasan mengemukakan pendapat menjadi suatu hal yang
sangat terlarang, ditambah lagi dengan tuduhan-tuduhan yang disematkan kepada
mereka yang dianggap sebagai penghianat tanpa asal muasal yang jelas semakin
membuat kehidupan para eksil semakin abu-abu.
Dalam film Surat dari Praha muncul stigma
mengenai orang-orang yang dianggap sebagai komunis karena menolak Orde Baru,
hingga pada sebuah adegan film terjadi perdebatan antara Jaya dengan Laras dan
berakhir dengan ucapan Jaya yang menyatakan bahwa dirinya bukan komunis. Dari
hal ini terlihat bahwa film Surat dari Praha berusaha untuk melawan stigma
tersebut dimana orang-orang yang menolak Orde Baru pada saat itu dianggap
sebagai seorang komunis. Padahal nyatanya tidak semua orang yang menolak Orde
Baru merupakan komunis, ada juga yang nasionalis.
Pada sebuah adegan ketika Laras
mengetahui bahwa siapa Jaya sebenarnya Laras menuduh bahwa Jaya seorang
pembunuh melalui surat-surat yang dikirimkan kepada Sulastri, ibunya Laras.
Dengan tenang pun Jaya menjawab “kalau hanya dipaksa untuk bersalah saya sudah
biasa”. Dialog ini tentu berkaitan dengan tema yang diangkat pada film. Dimana
dialog ini bisa dijadikan sebuah representasi adanya tuduhan yang masih samar
kebenarannya. Menurut versi dari pemerintahan orde baru orang yang menolak
rezim Soeharto dianggap sebagai orang berbahaya. Namun menurut versi eksil
dalam film ini, Jaya yang menolak Orde Baru dipaksa untuk menerima cap sebagai
orang berbahaya Dari sini timbul pertanyaan lain mengenai bagaimanakah sejatinya
kebenaran tragedi 1965. Tak ada yang pasti mengenai peristiwa besar ini.
Film Surat dari Praha bisa jadikan
sebagai representasi dari sebuah adanya pemaksaan kehendak yang dilakukan
seseorang/golongan/pemerintah yang berwenang demi sebuah kepentingan. Hal ini
nampak dalam sebuah adegan pada film dimana tokoh Jaya menjelaskan mengenai
dirinya kepada Laras yang dipaksa untuk mengakui Soeharto dan pemerintahan Orde
Baru. Pemaksaan yang dilakukan oleh pemerintahan pada saat itu memaksa para
mahasiswa yang mengenyam pendidikan di luar negeri untuk mengakui pemerintahan
dan dianggap sebagai komunis serta pengkhianat negara apabila tidak menuruti
perintah tersebut.
Akibat dari adanya kejadian tersebut,
stigma masyarakat pun ikut terbawa dan muncullah cap komunis yang diberikan
kepada mereka yang berbeda pandangan dengan rezim yang berkuasa pada saat itu
dan dianggap sebagai sesorang yang berbahaya. Kalimat di atas pun dapat
ditemukan pada dialog Jaya dengan Laras saat perdebatan dalam cerita yang
berusaha diungkap.
Referensi:
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/02/160202_majalah_film_suratdaripraha
Diakses tanggal 2 Januari 2017 pukul 01.12
http://cinemapoetica.com/surat-dari-praha-masa-lalu-yang-tiba-tiba-tiba/
Diakses tanggal 4 Januari 2017 pukul 00.38
Evan Rindi Silvanus, mahasiswa Institut Seni Indonesia Surakarta. Pria kelahiran Surakarta, 25 Maret 1996 ini menyukai musik metal dan juga film-film komedi Thailand. Aktif sebagai pelayanan kameraman di GBIKA Widuran, Solo. Ketertarikan pada film dimulai dari kesukaannya pada komputer lalu sering mencari film-film gratisan melalui komputer ayahnya. Saat ini masih aktif sebagai mahasiswa.
0 komentar: