01:47 Semut Nakal 14 0 Comments

Ditulis oleh Dzaari Qolbii
Komodifikasi Visual Dalam Film Guru Bangsa Tjokroaminoto

Guru Bangsa Tjokroaminoto Film yang disutradarai Garin Nugroho tidak hanya dinikmati sebagai tontonan, namun patut pula diperhitungkan sebagai  fenomena sosial. Film ini menceritakan biografi salah satu tokoh perjuangan Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto.  Dengan latar akhir tahun 1800-an film ini membingkai tema politik Hindia Belanda, Tokoh Agama, hingga permasalahan sosial menjadi bumbu penyedap. Jika kita berbicara Hindia-Belanda maka akan mengarah pada atribut, jika kita berbicara atribut maka kita akan mengarah pada komodifikasi. Saya melihat film ini tidak hanya membawa penonton kedalam garis waktu era penjajahan, namun ada nilai-nilai lain yang coba dihadirkan untuk dijadikan nilai tukar dalam film Guru Bangsa Tjokroaminoto.

Film yang release pada tanggal 9 april 2015 ini menarik 130.558 penonton versi BPI. cukup disayangkan jumlah penonton yang hanya mencapai angka seratus ribu, mengingat film ini menghadirkan beberapa aktor dan aktris kawakan seperti Alex Komang, Sudjiwo Tedjo, Didi Petet, Christine Hakim, Reza Rahardian, Chelsea Islan, Putri Ayudya. Tjokroaminoto yang diperankan oleh Reza Rahadian, 4 Piala Citra untuk Pemeran Utama Pria Terbaik dirasa cukup selain untuk memerankan sang Guru Bangsa. Namun jika dilihat dari sisi lain, upaya tersebut bukan berarti bebas nilai. Sebab Film-film yang pernah diperankan oleh Reza Rahadian dominan menghasilkan feedback positif entah untuk penonton ataupun film itu sendiri, seperti My Stupid Boss, Habibie & Ainun, Perempuan Berkalung Sorban. Namun dalam konteks dagang, kita harus mengakui kalau penentuan aktor dan aktris populer terbilang cukup manjur untuk menarik minat penonton lebih. Upaya yang dilakukan Garin Nugroho dalam menaruh Alex Komang, Didi Petet, Reza Rahadian dan Chelsea Islan dalam satu frame memang cukup jitu, mengingat kesenjangan era popularitas coba dimasukan kedalam komodifikasi konten oleh Garin Nugroho. 

Piala Citra untuk Pengarah Artistik Terbaik, Piala Citra untuk Penata Busana Terbaik, Piala Citra untuk Pengarah Sinematografi Terbaik 2015. Dari sini dapat kita tarik kesimpulan bahwa Garin Nugroho mencoba memanjakan mata penonton melalui konteks visual Dibantu sentuhan tangan Allan Triyana Sebastian, Rahmat Syaiful, Retno Ratih Damayanti berhasil membawa film ini bernuansa Tahun 1800-an akhir. Bukan hanya dari segi visual, Secara bahasa para kolonial elit Belanda juga menggunakan aksen dan Bahasa Belanda.

Atribut Islam juga dihadirkan dalam film ini, dalam film ini Tjokroaminoto memang memiliki ikatan kuat dalam menjalankan agama dan usahanya dalam memperjuangkan suku bangsanya. Apalagi beberapa tokoh islam Hasan Ali Surati yang diperankan oleh Alex Komang juga berusaha diangkat untuk menarik minat penonton, terutama aktifis organisasi Islam.

Corak akhir yang menandai berakhirnya film ketika Tjokroaminoto telah ditahan oleh para elits Belanda.  Seperti memperlihatkan sebuah tragedi besar untuk sebuah negara yang belum bernama Indonesia.  Singkatnya, romantisme, optimise, nasionalisme film Guru Bangsa Tjokroaminoto cukup kuat mengulas humanisme dalam era Tjokroaminoto kala itu. 

Tentang Penulis
Dzaari Qalbii - 14148113

0 komentar: